Tuesday 14 February 2012

puisi HMI Cabang Surakarta (di buang sayang)

NASKAH ANTOLOGI PUISI
PPA HMI CABANG SURAKARTA 2007-2008
Sekolah Kader I (28 Maret 2007, Mabes HMI Cabang Surakarta)

"untittle"
Lelah Hati saat tidak bertemu
Bertindak dengan merangkak
Temukan cahaya terang di sana
Sujudku dalam Islam
Bunga surga taburkan wangi
hiasi bau istanaMu
bagai insan yang tak mengerti
naungan dalam kebodohan
apa tujuan hidup
mengapa harus ada kehidupan
siapa yang tahu…
siapa yang peduli…
tak ada…
Iman dan Islam
Slalu dalam hati
Bersyukur
Dengan menyebut namaMu
Jika tak ada neraka dan surga
Apakah kita tetap menyembah
Taat pada Allah dan Rasulnya ?
(Rama Aulia, Komisariat Pertanian)

“Gundah”
Dalam sendiri ku terdiam
Dalam diam ku termenung
Dalam renungan ku terisak
Dalam isak ku-sebut namaMu
Jiwaku terjema gelisah
Rindu berbaur dalam rasa
Aku meratap
Meratap dan meratap
Menembus lorong imajinasi
Akankah rindu ini terobati?
Layaknya luka yang terkena betadine…
kehadiranMu lah yang ku tunggu
miss U Allah….
(Kusumandita Gilar Prawista, Komisariat Fisip UNS)
Tuhan…leraikanlah dunia
Yang menghias dalam hidupku
Karena disitu tidak kumampu
Mencinta dua cinta…
Itu saja…
(anonym)

“Kapan”
Kemarin aku berpikir mengapa aku..
Saat ini kurasakan aku bersaksi
Mungkin besok ku lukis pada
Permukaan dunia kegelapan hampa
Aku bertanya mengapa?
Akankah kaki tenggelam, sendirian
Dan tunjukkan aku hidup bersama
Dan yakinkan untuk terus menapak
Hingga lumpuh dan terburai
(IMS, Mabes HMI Ska) 

“Berhenti Berjalan”
Aku memutuskan Untuk berhenti berjalan
Karena aku akan berlari
Kian meriak darah juang ini
Kian berdebar keras detak jantung ini
Aku tidak akan menyerah
Hingga waktu menghantamku jatuh
Aku hanya ingin terbang …
Jiwa ini ingin terbang dengan sayap-sayapnya yang putih..
Hingga waktu menghantamku jatuh…
Aku tidak akan pernah menyerah…
(Eka Nada Shofa Al Khajar)

“Kenapa”
Kenapa harus Saya?
Kenapa bukan mereka, bukan ini, bukan itu
Mana benar, mana salah
Berjalan sesuai mau Dia
Kadang tak pernah ku mengerti
Sampai kini ku tak mengerti
Tak pernah mau ku ikuti aturan
Tapi itu harus ku lakukan
(Sulistiyowati, Wasekum Eksternal)
Kebohongan terbesar kita adalah saat berpikir
Hati kita telah menanam akar dan batang keyakinan
Manakah yang lebih kita yakini?
Kebohongan maslahat
Atau keyakinan laknat
Demi waktu
Dan kita telah berputar dua puluh lebih purnama
Pada Dzat agung
Muasal dan kembali
Akankah menjadi jalang di jalan-jalan
Di lapang-lapang
Di relung-relung
Dan diantara semesta dan kuasa moksa
Karena apa
Ada kemungkinan
Mungkin memang menjadi ada karena
Yang tiada adalah tak ada
(Rahmad Winarto)

Dirimu.
Kebingunganku saat memanggil
Karena tak ada yang memanggil
Kebingunganku saat mendengar
Karena tak ada yang didengar
Kebingunganku saat memaling
Karena tak kenal wajahmu
Kekeringanku
Karena semua rakus kikis
Mana yang ada bentuk
Tapi bukan ada ruang waktu
Mana yang ada singgasana
Tapi bukan kuasa dan kepentingan
Mana yang ada menghitung
Tapi bukan alat ukur
Mana yang ada perintah
Tapi bukan butuh untuk
Mana yang ada wajah
Tapi bukan nyata dan bukan tidak nyata
(Rahmad Winarto)

“Pohon dan Akar walaupun”
Sulit sebab
Mengakar akar akal
Susah sebab
Memetik akar-akar
Jika menanam adalah hakikat
Maka pohonnya ilmu
Dan buahnya bukan karena
Kita menanam
Walaupun
Bukan karena
Sebab buahnya adalah sebab
Yang akan kita persembahkan
Kepada yang bukan nyata
Dan bukan tidak nyata
Lantas kenapa kita rakus
Merenggut setiap persemaiannya
Dan merampas setiap embun semesta
Yang akan kita gunakan
Untuk menetes
Pohon..pohon…akar…akar
Walaupun
(Rahmad Winarto)

No comments: