Tuesday 22 March 2011

tujuan sekolah bukan ijazah


secara Terminolagi, kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.

Tujuan pengadaan sekolah adalah mendidik peserta didik dalam aspek moral dan estetika, menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, adalah:

"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".

Dari apa yang sudah di paparka diatas, keberhasilan pendidika manaka yang kita banggakan, nasionalsm, akhlak mulia dan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya kah??

hal ini sanagt bertolak belakang dengan kenyataan yang ada, hanya segelintir orang yang mencapai tujuan pendidikan berdasar definisi SISDIKNAS...

Hal utama yang paling disoroti dalam pendidikan nasional adalah tentang moral yang semakin merosot tajam. Akan seperti dua cabang yang berbeda tujuan jika aspek moral di hubungkan dengan pengetahuan umum, karena seharusnya kedua faktor ini menjadi tujua utama pendidikan.

Dalam definisi lain, tujuan pendidikan adalah usaha agar peserta didik dapat berfikir secara benar dan tersisitematis, atau mungkin bebrapa pakar yang lain mendefenisikan agar peesrta didik dapat memanusiakan manusia dengan ilmunya.

Kesalahan kita adalah membudayakan kehormatan lewat hasil yang ada, bukan pada proses yang mereka jalani. misal lewat setifikat-sertifikat, ijazah-ijazah dan sebagainya. Ini mp[erlu menjadi perhatian bersama, karena hasil tidak selalu menjadi penentuan, mennag kalah dari pertarungan. Harus dipertantakan, bagaimana proses yang berjalan kawan, bagaimana cara untuk memperoleh hasil itu...
kecurangan-kecuranagn acap kali menghiasi bendera putih pendidikan kita...
misal saja kasus yang terjadi beru-baru ini disalah satu sekolah atas ternama dikota solo, seorang kepala sekolah menengah atas memalsu isi rapot anaknya sendiri, dengan tujuan agar si nak mendapatkan perguruan tinggi yang dia inginkan...

pembuktian praktek perlu untuk melihat kemampuan secara nyata, bukan lewat sertifikat da penghargaan yang lain...
Banyak sekali disekitar kita, dengan gelar doktor, master namun dengan skill yang rendah....
terkadang cover menipu isi kawan....

mulai hari ini, sekarang
mulailah belajar untuk jujur kepada diri sendiri...
menghargai diri sendiri lewat usaha dan menghargai proses yang ada
biarkan hasil kinerja yang menjadi standar penilaian terhadap kita...
karena didalam proses itulah kita belajar dan tumbuh menjadi dewasa...
tidak hanya moral, spiritual...namun semuanya akan kita dapatkan...

Thursday 17 March 2011

low profile

Ada banyak tipe da karater manusia di dunia ini, dar orang yang menyenagkan sampai pada orang yang menjengkel kan...
hoooo
yaaa...memang Tuhan menciptakan manusia dengan sesuatu yang berbeda, ada ang di kasih kelebihan (GIGI) dan dengan segala kekurangannya. Kita akan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.'

Sombong angkuh sebernya juga tegolong pada sifat yang lebih di "sukai" banyak orang, di sukai untuk melempar botol maksudnya...hehehehe
Sekarang-sekarag ini ada istilah baru dalam pergaulan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, yakni low profile. Sebutan ini sering ditujukan pada seseorang yang sebenarnya potensial, namun tidak mau menonjolkan diri di hadapan publik. Karena pembawaannya, orang yang low profile umumnya rendah hati. Hampir-hampir selalu menghindari berdebat keras di depan umum. Atau ekstremnya tidak banyak ngomong. Namun bukan berarti introvert, yaaaa..kaya penulis ni
hahahaaa
Di dunia organisasi jikaorang tersebut mempunyai gagasan, ide dan pendapa atau barangkali opini selalu disampaikan lewat atasannya. Sifat itu berkaitan dengan kultur, sifat bawaan orang bersangkutan, dan bisa berkait dengan perekayasaan yakni semacam aturan tertulis dan konvensi. sedikit ngerti ngaku udah paham
kerja sedikit maunya keliatan

jadi inget launya slank yak??
ni lho

sedikit ngerti ngaku udah paham
kerja sedikit maunya kelihatan
otak masih kaya TK kok ngakunya mahasiswa
ngomong2in kaya udah jagoan....

ya...semacam bermulut besar dan sombong...

apa iya kita mau menjadi kebanyakan orang yang seperti itu...

biasa saja...
biarkan Tuhan yang menilai
akah kita pantas atau tidak

pengemis bagian dari profesi dunia kerja


Jangan heran, kaget atau shock ketika membaca judul yang tertera di atas. Karena segala sesuatunya punya sebab musabab.

Mari kita bahas bersama prof bangsa rama kuno dr pulau yang tak terjangkau akal pikiran manusia,
secara tuntas dan ndak jelas ;D
hehee

Di era sebelum masehi, pengemis sudah menjamur hampir di setiap sudut, seperti di pojok pasar, dipinggir-pinggir jalan atau di daerah keramaian. Hal ini jelas karena faktor kemiskinan yang mencekik leher-leher kaum termarginal itu. Hal ini biasanya karena mental yang buruk, pemerintah bertanggung jawab atas terbentuknya mental rakyat yang tangguh dan mandiri, melalui pembinaan atau traing-traing tertentu. Jika di tarik ke atas, mungkin juga karena kebijakan pemerintahan pada saat itu yang timpang, seperti kebijakan mata pisau yang lebih tumpul pada sisi atas.
Jadi jika hal itu terjadi, bisa juga kita simpulkan bahwa yang melahirkan pengemis pada era sebelum masehi adalah pemerintah dan rakyat papan atas ;D benarkah??

Pada era modernitas, sekarang maksudnya. Tempatnya juga lebih subur, seperti kampus, lampu merah, atm atau tempat-tempat wisata dan belanja. Pengemis sudah menjadi profesi baru di dunia pekerjaan, dan omsetnya pun tidak kalah dengan PNS golongan III. Individu yang tertarik di dalamnya tidak hanya diisi oleh kaum-kaum marginal, seperti apa yang di kemukan diatas. Namun individu-individu yang masih mampu dalam tenaga, berfikir dan usaha pun juga ada. Bahkan pergerakan ini sudah terstruktur. Lihat saja pada film berjudul "10" yang saya kira hanya imagine penulis sknario saja, tapi hal itu benar-benar nyata di sekitar kita.

Jika di posisikan sperti jaman sebelum masehi, apa profesi ini juga lahir dari rahim pemerintah dan rakyat papan atas??
Mari kita jawab dengan serenta. . .

Ya !!

Jauh lebih parah dari sebelumnya, di era sekarang kita tidak hanya mendukung pemerintah, tapi juga ikut serta memupuk mental-mental peminta-minta. O ya?
yup. . .
Ini adalah dosa kita, dosa turunan yang akan kita wariskan ke anak cucu kita. .

Lalu bagamina kita mensikapinya. . .

Ada sebuah cerita, bahwa ada hari dimana banyak orang yang mau mensedekahkan hartanya, tapi tidak ada yang mau disedekahi.
Sebenernya. , kita masih bersyukur, karna ada yang mau menerima sedekah kita.

boleh saja kita membantu, tapi dengan cara dan niat yang benar...
Artinya, dalam hal ini jangan sampai sedekah kita ikut memupuk. Berikan pancing, jangan berikan ikan

contoh yang nyata adalah, bagai mana membina mental-mental rendah itu...
bicara tentang miskin dan segalanya...
saya pikir itu hanya sebuah pilihan untuk hidup...
mau berusaha menjadi lebih baik atau tidak..
seperti kata manusia paling bijak...bermimpilah...
tapi jika hanya bermimpi tanpa mau mewujudkan mimpi itu menjadi sebuah kenyataan dengan cara berusaha sebesar mimpi itu...
namanya berkhayal...


;D

opini : kreatifitas nol, perguruan tinggi lepas tanggung jawab


setiap hari saya melihat beratus-ratus mahasisa lalu-lalang di se-sekitar kampus, banyak harapan dan tujuan yang berbeda saya kira dalam pikiran-pikiran yang mereka bawa. Namun satu hal yang pasti sama, bahwa mereka menjalani rutinitas yang biasa ia jalani. Dibalik itu semua, sebuah harapan besar menanti untuk segera mengangkat derajat keluarga. siapapun itu saya kira bukan masalah yang penting.



Hari ini adalah dies natalis kampus tercinta....

ya...walaupun dengan sejarah kelam di balik nama yang akhirnya membuat saya malu untuk berkata lantang bahwa saya kuliah di perguruan tinggi negri dengan nama yang familiar sebagai alat kudeta presiden kedua kita.



Universitas sebelas maret atau kalian lebih nyaman menggunakan UNS sebagai sebutan sehari-hari. sebagai perguruan tinggi ternama di solo, dia (uns-red) mencetak beribu-ribu sarjana setiap harinya...

Dari sarjana pendidik, tekik, kedokteran, petanian, sastra, hukum, sosial dan ilmu murni. akan sangat bangga sekali ketika gelar sarjana melekat pada individu didalamnya.
Karena perjuangan yang selama bertahun-tahun akhirnya telah sampai pada peraduan...


Namun ada pemasalahn besar yang kemudian muncul didepan mata, ketika seseorang mulai menginjakan kaki keluar dari perguruan tinggi...



"saya mau kerja apa??"

"saya mau kerja dimana??"



Lepas tanggung jawab perguruan negri, jika seperti ini benar saja ketika seorang pakar berkata bahwa perguruan tinggi hanya mencetak pengangguran dan tenaga kuli...

artinya tidak ada pencipta-pencipta yang revolusioner...
di tambah lagi dengan adanya job fair, semakin bertambah deretan panjang sejarah kelam perguruan tinggi dengan identitasnya mencetak kuli kantor.....
pengembangan selama proses belajar hanya dogma-dogma yang mengalir indah bak dongeng sebelum tidur...



menurut hemat saya...

ada sebuah folup dari perguruan tinggi setelah mahasiswanya mendapat kesempatan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapat...

jika itu memang benar ilmu...heeheee

just kiding



sekarang jika bicara data, berapa banyak lulusan yang benar-benar bekerja sesuai dengan keinginan awal dia masuk kuliah, atau lebih baik dari itu...dari pada hanya sekedar menganggur di depan tv dengan membaca koran lowongan kerja....

ahaaaaa

tidak kawan...



beberapa kawan alumni yang saya ajak berdiskusi mengatakan hal yang berbeda, bahwa tentang lulusan yang mendapat kerja tergantung dari kretifitas mahasiswa sendiri...



iya kah??



berapa besar peguruan tinggi berperan untuk mengembangkan kreatifitas dalam diri mahasiswa selama dia berproses didalam perkuliahahn....


kreatifitas merupakan softskill yang harus di asah diluar bangku kuliah, pakar-pakar teori pada jaman sekarang sudah dianggap sebagai pencerita dongeng, kita lebih dari sekedar hanya pakar bicara dan teori, namun pakar pergerakan yang dihasilkan dari sekolah-sekolah jalanan atau organisasi

untuk menunjang ini, perkuliahan dan organsiasi harus seimbang, mereka berdua tidak dapat dipisahkan sendiri-sendiri. Teori-teori yang didapat merupakan dasar untuk bergerak.

teori tanpa aksi adalah impotensi
aksi tanpa teori sama dengan bunuh diri

karena mereka berdua saling menduung satu sama lain...

Monday 7 March 2011

sampai pada ujung jalan bercabang tiga


Kisah ini dimulai dari saya menjadi ketua bidang di suatu lembaga otanom di bawah HmI cabang Surakarta.

Ketika itu karena tidak ada kesibukan setelah lengser dari pengurus komisariat, saya berniat untuk mencari kesibukan non organisasi, bebrapa saat saya mengalami lospower sindrom. Hal ini membuat saya begitu tertekan seperti layaknya pengangguran yang klontang-klantung di jalanan, berjalan tanpa rah dan tujuan…
Ya mirip gambel di jalanan
Akhirnya saya memutuskan untuk mencari organisasi yang membutuhkan anggota untuk pengembangannya, entah papaun itu….
Suatu sore di Gedung insane citayang biasa ramai di kunjungi aktivis HMI dari seluruh komisariat di lingkup hmi cabang Surakarta, saya bertemu seorang kawan yang jauh di bawah saya. Untuk sekedar basa-basi saya menanyakan kabar dan blab la blab la
Ok…cerita berlanjut sampai pada ujungnya dia menceritakan organisasi yang sedang ia dan kawan-kawan yang lain sedang berusaha menghidupkan lagi,
Tuink…… kemudian saya pun berfikir
“knapa tidak ini saja, toh saya pernah di lembaga seperti yang sedang dihidupkan lagi ini”
Usut punya usut, saya menghubungi ketum yang kebetulan saya akrab dengan beliau..
Tidak di sangka juga salah seorang ketua bidangnya juga vakum, dua haris etelah itu pun saya di daulay mejadi salah satu ketua bidang di organ tersebut.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai tau, siapa-siapa yang menggawangi oragnisasi ini. Ada dua sosok yang familiar dimata saya, namun semenjak dulu ikut LK, tidak pernah muncul dalam kegiatan apapun.
Seiring berjalan waktu jua, tidak bisa dipungkiri bahwa saya menyukai salah satu anggota, perasaan ini begitu mengganggu, seperti sesosok ABG yang mulai fallin in love, ada keinginan terus bertemu, terus bersama dan bla bla bla bla
Dan setiap ini datang, yang saya lakukan adalah mengusirnya.
Bagai mana mungkin saya bekerja jika ada perasaan seperti ini, jelas ini tidak bisa dibiarkan…
Namun prilakunya seperti sesuatu yang saya cari selama ini…
Ketenangan, elegansi dan bebrapa yang bisa menempatkan diri . . .
Umpatan demi umpatan yang keluar dari mulut besar ini….

Tidak lama berselang, dua masalah lagi timbul….
Pertama ketua umum di terima pns disalahsatu daerah, dan harus menyerahkan jabatan kepada pengurus lain, dia menunjuk saya secara sepihak, dan mau tidak mau saya harus menerima demi proses perkaderan,
Kemudian kedua dari orang tua yang menginginkan anaknya segera meraih toga. . ..

Ya…..saya sampai pada di ujung jalan dengan tiga cabang…..

Bagaimana mungkin memimpin dengan tendensi…
Bagaimana mungkin saya mengabaikan titah dari kedua orang tua
Bagaimana mungkin saya membiarkan bebrapa kader terabaikan dari proses perkaderan karena tidak ada pengurus….

Jalan mana yang harus saya pilih di kemudian hari…
Ini adalah sebuah keputusan yang berat, membutuhkan banyak energy untuk menjalani setiap konsekuensi yang di tempuh…

Saya bisa melakukan semuanya, kecuali yang pertama…
Dengan teori yang selama ini pun saya belum bias melakukannya..
Secara total bergerak dan dengan tanggung jawab diri…
Malas untuk melakukan lebih besar dari niat yang ada….
Ini adalah akar permasalahan yang timbul bebrapa tahun terakhir…

Saya pikir…
Saya akan menjalani ini dan menyerahkan semua kepada Tuhan . . ..
Karena Dialah pemilik segalanya…